Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
RSS
_________________Jumlah komentar pengunjung yang singgah pada artikel ini________________>>>>>>

Alat Musik Sasando

Alat Musik Sasando (Nusa Tenggara Timur)


Tidak banyak yang tahu musik etnis Sasando ternyata disukai sekelompok penikmat musik khas Indonesia di Australia dan Eropa. Tapi, di Indonesia sendiri, dari 200 juta lebih penduduknya, banyak yang belum paham apa itu musik sasando.

Bagi masyarakat Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, tempat asal usul musik sasando, musik tersebut sangat dikenal sebagai musik keseharian. Musik itu berbahan Baku daun pohon lontar. Di Pulau Rote, pohon lontar pada saat ini bukan saja dijadikan sumber kehidupan karena menghasilkan tuak, sopi, gula lempeng, gula semut, wadah pembungkus tembakau/rokok, tikar, haik, sandal, topi, atap rumah, dan balok bahan bangunan, melainkan lebih dari itu dianggap punya nilai lebih karena daun pohon lontar makin sering dijadikan resonator musik yang dikenal dengan sebutan sasandu atau sasando.

Asal mula alat musik langka itu, menurut banyak tokoh adat di Pulau Rote, telah dikenali sejak Rote menjadi bagian dari daerah kerajaan. Dalam legenda memang muncul banyak versi mengenai sejarah munculnya sasando. Konon, awalnya adalah ketika seorang pemuda bernama Sangguana terdampar di Pulau Ndana saat pergi melaut. Ia dibawa oleh penduduk menghadap raja di istana. Selama tinggal di istana inilah bakat seni yang dimiliki Sangguana segera diketahui banyak orang hingga sang putri pun terpikat. Ia meminta Sangguana menciptakan alat musik yang belum pernah ada. Suatu malam, Sangguana bermimpi sedang memainkan suatu alat musik yang indah bentuk maupun suaranya
Diilhami mimpi tersebut, Sangguana menciptakan alat musik yang ia beri nama sandu (artinya bergetar). Ketika sedang memainkannya, Sang Putri bertanya lagu apa yang dimainkan, dan Sangguana menjawab, "Sari Sandu". Alat musik itu pun ia berikan kepada Sang Putri yang kemudian menamakannya Depo Hitu yang artinya sekali dipetik tujuh dawai bergetar.
Keindahan bunyi sasando mampu menangkap dan mengekspresikan beraneka macam nuansa dan emosi. Karena itu, dalam masyarakat Nusa Tenggara Timur, sasando adalah alat musik pengiring tari, penghibur keluarga saat berduka, menambah keceriaan saat bersukacita, serta sebagai hiburan pribadi. Kini musik sasando dikenal sebagai alat musik yang menghasilkan melodi terindah dari Pulau Rote.

Secara umum, bentuk sasando serupa dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola, dan kecapi. Tetapi, tanpa chord (kunci), senar sasando harus dipetik dengan dua tangan, seperti harpa. Tangan kiri berfungsi memainkan melodi dan bas, sementara tangan kanan memainkan accord. Ini menjadi keunikan sasando karena seseorang dapat menjadi melodi, bass, dan accord sekaligus.

Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Melingkar dari atas ke bawah tabung adalah ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) direntangkan dan bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Tabung sasando ini diletakkan dalam sebuah wadah setengah melingkar terbuat dari daun pohon gebang (semacam lontar) yang menjadi tempat resonansi sasando. Hingga kini, semua bahan yang dipakai untuk membuat sasando terbuat dari bahan alami, kecuali senar dari kawat halus.

Jenis-jenis sasando dibedakan dari jumlah senarnya, yaitu sasando engkel (dengan 28 dawai), sasando dobel (dengan 56 dawai, atau 84 dawai), sasando gong atau sasando haik, dan sasando biola. Karena itu, bunyi sasando sangat bervariasi. Hampir semua jenis musik bisa dimainkan dengan sasando, seperti musik tradisional, pop, slow rock, bahkan dangdut. Ada kalanya perbedaan pada cara permainan tipe sasando tertentu tergantung gaya permainan di tiap daerah, kemampuan pemain dan tidak adanya sistem notasi musik, khususnya untuk sasando gong.

Terdapat dua jenis ensembel sasando, yaitu yang terdapat di Pulau Rote, di mana sasando dimainkan untuk mengiringi nyanyian dan tabuhan gendang. Sedangkan di Pulau Sabu, dua buah sasando dimainkan bersamaan dengan iringan vokal, tetapi tanpa gendang. Dengan bentuknya dan bahan bakunya yang sederhana itu, tak aneh jika warga Australia dan Portugis setiap berkunjung ke NTT selalu membeli sasando. Musik itu kemudian menjadi musik kebanggaan di negerinya.

Sayang, sasando ibarat masterpiece maestro yang terpendam dan nyaris punah. Alat musik luar biasa itu terancam tinggal cerita manakala di tempat asalnya sendiri telah menjadi sesuatu yang asing. Sasando memang menyimpan kisah haru. Alat musik ciptaan dua pendeta asal Pulau Rote itu kini hanya dapat dipetik oleh delapan orang yang menjadi generasi terakhirnya.

Jacko H.A. Bullan boleh jadi merupakan salah satu generasi terakhir pewaris sasando Rote.  Anak pertama dari dua bersaudara itu tergugah untuk sadar dan bertahan memperpanjang umur sasando agar dapat terus mengalun di telinga generasi mendatang. Menurutnya, orang yang bisa memainkan sasando saat ini tinggal delapan orang termasuk dirinya. Dari jumlah itu, tiga orang di antaranya telah berusia di atas 30 tahun. Dan di NTT sendiri saat ini sudah tak ada satu pun yang bisa memainkan sasando.

Fakta pahit yang ada di lapangan menyatakan bahwa orang tua-orang tua yang demikian bangga memainkan sasando dalam berbagai upacara adat, lengkap dengan topi tilangga, pakaian, dan tarian adat, sebagian besar telah meninggal dunia. Mereka tidak meninggalkan warisan berupa buku atau sekolah yang bisa memandu generasi muda menjadi penerusnya.

Di ibu kota, Jack membuka rumahnya bagi siapa pun yang ingin belajar sasando. Namun, ia kembali dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa sebagian besar murid yang datang adalah justru warga negara asing. Jack mengatakan bahwa hampir 90 persen orang asing dari mulai Jepang hingga Australia yang menjadi muridnya. Ia menyayangkan bila suatu saat kelak bangsa Indonesia terpaksa harus belajar ke luar negeri untuk sekadar memetik sasando.

Sementara itu, Direktur Promosi Luar Negeri Depbudpar, I Gde Pitana, mengatakan, sasando merupakan salah satu hasil karya maestro seni tradisi yang potensial untuk “dijual” di dunia internasional. ”Semua orang yang mendengarkan musik sasando hampir pasti tertarik,” katanya. Oleh karena itu, pihaknya kerap mengundang pemain sasando untuk turut berpartisipasi dalam ajang “consumer selling” ke beberapa target pasar utama pariwisata Indonesia. ”Ini juga bagian untuk melestarikan sasando dari ancaman kepunahan,” katanya. Dengan demikian Jacko H.A. Bullan tidak akan pernah menjadi generasi terakhir yang memetik dawai-dawai sasando.

Ditulis Oleh : Unknown ~ Music Share Academy

Anda telah membaca artikel Alat Musik Sasando Pertama saya ucapkan terimakasih untuk anda yang telah berkunjung disini. Semoga semua yang anda dapat disini bisa bermanfaat. Silahkan bagi yang ingin berkomentar, kritik atau sarannya. Silahkan dokumentasikan sebaik-baiknya dan publikasikan seluas-luasnya.. Tapi jangan lupa sertakan juga sumbernya :D
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Apa yang ingin anda sampaikan pada artikel ini ??


close

Backlink

backlinkFree Backlinks ExchangeFree BacklinksDAHOAM Free BacklinksLinki Linki Free BacklinksDie Gute SaatFree Automatic LinkDie Gute SaatFree Backlinks Exchangeechange de liensFree Automatic LinkIntercambio de enlacesFree Automatic LinkFree Automatic LinkFree Automatic LinkFree Automatic Elvira LinksFree Automatic LinkIntercambio gratis de EnlacesFree BacklinksFree BacklinksUnlimited Backlink ExchangeUnlimited Backlink ExchangeTradiciones Peruanas de Ricardo PalmaAutomatic Backlink Exchange